Pages

Friday, December 7, 2012

Low Cost atau Low Emission?


Pemerintah agaknya mulai menunjukkan keseriusannya dalam dunia otomotif. Meski (masih) kurang memperhatikan perbandingan pertumbuhan populasi kendaraan dengan pertumbuhan jalan raya yang (masih sangat) timpang, namun keberpihakan pemerintah dalam hal ‘keep the environment green’ layak diapresiasi positif.
Melalui instansi terkait, pemerintah telah menelorkan dua macam grand design, yakni ‘mobil murah’ LOGC dan ‘mobil hijau’ LECP. Meski LOGC dapat kita prediksi akan semakin memacetkan kota-kota besar jika tidak ada regulasi lebih lanjut mengenai penggunaan mobil pribadi, akan tetapi fundament argue berupa ‘mobil untuk keluarga’ sudah pasti akan direspon oleh masyarakat dan investor.
Diberitakan lewat situs merdekaonline.com dua proyek yang tengah digulirkan Pemerintah Indonesia di sektor otomotif ternyata belum menunjukkan respon maksimal. Proyek mobil murah/Low Cost Green Car (LCGC) ternyata lebih diminati oleh para investor, dibandingkan perakitan mobil rendah emisi atau ramah lingkungan/Low Emission Carbon Project (LECP).
Tercatat lima prinsipal otomotif Jepang telah memastikan untuk ikut 'bermain' sejak LCGC didengungkan dua tahun lalu, walau regulasinya tak kunjung terbit. Dana yang berhasil dihimpun dari kelima investor tersebut, yakni Toyota, Daihatsu, Suzuki, Nissan dan Honda, pun tak main-main jumlahnya, yakni sebesar US$ 2,1 miliar (Rp. 20,2 triliun).
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi, di Bogor, Rabu (21/11), mengatakan bahwa sebenarnya banyak prinsipal yang menyatakan tertarik, tapi belum ada komitmen lebih lanjut. Bahkan, beberapa dari mereka mengklaim telah memiliki kendaraan berteknologi hemat bahan bakar.
"Hampir semua merek sebenarnya sudah punya. Hanya, biaya produksinya masih tinggi. Ini yang coba kita tarik ke Indonesia," papar Budi.
Melalui LECP, pemerintah berusaha mendorong prinsipal melokalisasi teknologi kendaraan hemat bahan bakar yang memanfaatkan turbo, hibrida sampai listrik murni. Insentif yang disiapkan juga cukup menarik, yaitu pengurangan Pajak Penambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) hingga dihapuskan sama sekali jika memenuhi standar konsumsi bahan bakar yang ditetapkan pemerintah.
Adapun pemilihan patokan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) karena belum memungkinkannya kualitas BBM untuk memenuhi standar emisi karbon. Setidaknya untuk penggunaan batasan emisi, minimal standar Euro 3 atau 4, Indonesia masih di level Euro 2.
Lantas kapankah regulasi tersebut akan diluncurkan?
"Targetnya akhir tahun ini. Masih ada satu bulan (Desember). Bentuknya nanti PP (Peraturan Pemerintah), kemudian setiap proyek LCGC, hibrida dan listrik menggunakan peraturan menteri," pungkas Budi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa investasi yang begitu besar (setara dengan nilai proyek 6 unit bangunan pengeboran lepas pantai) membawa PR bagi pemerintah agar sesegera mungkin mengesahkan regulasi ‘mobil murah’ dan ‘mobil hijau’ dengan tetap memperhatikan iklim investasi sekaligus membatasi penggunaan mobil pribadi dalam rangka penanggulangan momok kemacetan.

sumber: merdeka