Pages

Sunday, February 19, 2012

Durasi Intro Lagu

Masih 'tertanam' di ingatan betapa panjangnya intro lagu disko-dut yang melambungkan nama Lia Amelia SMS. Lelah kita menunggu vokal si penyanyi masuk. Setelah saya amati ternyata intro tersebut berdurasi 72 detik. Durasi lebih dari 1 menit memang bisa membuat pendengar atau penonton kembali duduk atau bahkan pergi meninggalkan dance floor. Seperti iklan salah satu rokok dimana si vokalis hanya mengatakan "are you ready to rock" berulang-ulang yang bahkan membuat personil band lainnya bengong, kita pun akan 'males' menyimak lagu dengan durasi intro terlalu lama.

Entah karena kesambet atau memang bagian dari takdir, ingatan saya langsung tertuju pada lagu-lagu band dari Inggris 'Radiohead'. Dalam album 'Kid A' setidaknya bisa kita temui lagu-lagu yang berpotensi membuat kita 'males' untuk lanjut mendengarkan, simak saja data berikut:
- Idiotique : 52 detik
- The National Anthem : 96 detik
Kemudian dalam album 'Hail To The Thief':
- Sail To The Moon : 61 detik
- There There : 46 detik
Dalam album 'Amnesiac':
- Like Spinning Plate : 106 detik
- Packt Like Sardines In A Crushed Tin Box : 52 detik
Tidak ada yang berhak menentukan durasi maximum untuk sebuah lagu kecuali si komposer. Pendengar adalah penikmat sekaligus kritikus yang berhak memutuskan mereka akan tinggal lebih lama untuk menikmati atau pergi. Tentunya faktor itu juga lah yang patut diperhatikan para komposer dan tentunya produser.

Di luar lagu-lagu tersebut masih banyak kita temui karya-karya tak lazim seperti: 'Vaka' (Sigur Ros) dengan durasi intro 63 detik, 'Something For The Pain'(Bon Jovi) 56 detik dan tentu saja koleksi lagu-lagu rock dari era klasik ala Deep Purple hingga progresive-nya Dream Theater.

Terlepas dari tidak adanya aturan seputar durasi intro tersebut kita sebagai penikmat tentu saja masih memiliki privilege untuk men-judge lagu tersebut bagus atau membosankan. Dengan kata lain freedom user tetap akan melekat pada kita dan menjadi hak kita untuk memaksimalkannya. Seperti ungkapan 'musik adalah soal selera' maka selera kita lah yang akan menentukan takdir komposer, performer beserta karya-karya mereka.

Hal-Hal Aneh Dalam Logika Ekonomi Sehari-Hari

Good posting by Anton Dwisunu

1.The best camera seluloid 15 tahun lalu dijual seharga 4 juta, sementara kamera digital sekarang dengan kualitas sama Rp 80 juta perak. Karena mahal, produsen menurunkan megapixel kamera setengahnya, anehnya semakin banyak orang memotret dengan kamera 8-15 juta padahal harga segitu hanya separuh kualitas gambar kamera jadul.

2. Semakin banyak orang mengutang ke bank untuk kendaraan bermotor padahal mereka semakin lambat tiba di kantor. Expenditure bagi kenyamanan transportasi meningkat tajam sementara penghasilan habis membayar kredit dan kemacetan.

3. Semakin banyak orang berpikir untuk berinvestasi di apartemen dan condotel dengan pinjaman bunga tinggi dari bank. Rumah tidak lagi dipandang sebagai domain kekeluargaan tetapi harus memiliki celah bisnis. Ini juga bisa dilihat mengapa orang lebih suka bertemu di cafe, dan anak merayakan ultah di cafe fast-food.

4. 42% pasangan pernikahan berakhir cerai, meninggalkan anak-anak di saudara atau jalanan. Artinya keluarga inti (nucleus family bukanlah hal yang normal untuk dijaga atau dirawat). Orang tua tunggal menanggung masalah baru, baik ekonomi maupun psikologis.

5. Seperti dugaan Neale Godfrey sekarang 70% wanita memiliki anak bekerja di luar rumah. Mereka menghabiskan uang yang semakin sulit dicari untuk mengganti susu ASI dengan formula, merawat anak dengan membayar baby sitter. Artinya pandangan Tuan Marcus bahwa uang menjelma menjadi alat subtitusi primer termasuk mengganti peran parental dan hal ini semakin menjadi-jadi saja.

6. Semakin banyak orang yang merasa perlu menengok halaman koran Kompas diskon waralaba besar di dua halaman penuh yang semakin berwarna dan menarik hati. Artinya semakin banyak orang yang perlu merasa dikasihani dengan potongan2an harga. Cicilan pembayaran tanpa bunga dari bank juga menunjukkan bank cuma mampu memberi kredit kecil-kecilan dengan sedikit resiko.

7. Perusahaan dan kantor-kantor melakukan perampingan tenaga kerja (PHK) atau untuk lebih humanis mereka menyelenggarakan kerja makloon dan tenaga out-sourcing atau magang yang bisa dibayar di bawah UMK/UMR. Ini menjadi indikasi kuat terjadi proses over empowerment dan resiko pengangguran besar-besaran.

8. Tiga puluh tahun lalu ada 70% pekerjaan pelayanan publik bagi lulusan SMP, 80% bagi SMA, sekarang kasir jaga tol minimal lulusan D3 atau S1. Artinya masyarakat semakin banyak mengeluarkan uang untuk pendidikan yang lebih lama (dan lebih tinggi), tetapi hanya untuk mendapat pekerjaan setara lulusan SMP.

9. Sekolah bermunculan dengan uang masuk semakin mahal, tetapi memberikan siswa/mahasiswanya materi yang semakin sempit dan teknis. Anehnya di sisi lain mereka tidak percaya jika kurikulum pendidikan yang mereka ajarkan tidak akan ada yang cocok dengan kebutuhan di masa depan. Bukti yang paling jelas adalah; masyarakat sekarang tidak benar-benar yakin dapat mengandalkan penghasilan dari satu pekerjaan saja. Ini bisa dilihat dari banyaknya PNS yang nyambi usaha retail, atau pegawai swasta yang buka kost-kostan.

Wednesday, February 15, 2012

Valentine dan Kondom

Mulai dari coklat, sendal jepit pink, apparel yang dijual dalam paket "couple", kondom edisi spesial dan yang terakhir adalah mixed package berupa coklat+kondom.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menyesalkan peredaran coklat yang dijual secara bersama-sama dengan kondom di sejumlah minimarket. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Pemerintah menarik paket coklat valentine yang berhadiah kondom. Paket tersebut dijual secara bebas di sejumlah supermarket dan minimarket di kota besar.
“Saya baru menerima laporannya baru berapa jam yang lalu, itu ditemukan di beberapa daerah, seperti di supermarket di Jakarta Selatan, Geger Kalong Bandung, Depok, Medan, Manado. Saya mau membuat surat edaran kesemua instansi terkait, seperti pemilik supermarket dan pemda,” ujar Sektretaris KPAI M Ikhsan, Ahad (12/2/2012) dikutip liputan6.

Masyarakat masuk ke Kantor KPAI mengadukan adanya paket tersebut. Menurut Ikhsan, paket valentine tersebut dikhawatirkan akan dijadikan jembatan ajang seks bebas dikalangan remaja. “Karena valentine dirayakan remaja, ya anak SMP, SMA, bahkan SD. Biasanya meraka akan saling berbagi paket, sama aja menyuruh melakukan seks bebas. Dikhawtirkan jadi ajang seks bebas,” jelasnya.

Perlu diketahui, dalam rangka memperingati hari valentine 14 Februari, telah tersebar produk paket coklat dengan kondom dalam satu bingkisan. Paket tersebut dijual bebas di beberapa daerah di kota-kota besar di Indonesia. "Paket isi kondom itu harus segera ditarik sebelum semakin meluasnya perzinahan dikalangan masyarakat terutama remaja". Sebelumnya, redaktur muslimdaily.net menemukan foto melalui akun twitter Felix Siauw, pada (9/2) paket cokelat isi kondom yang beredar di salah satu minimarket di Bandung. Menurutnya, foto tersebut bukan rekayasa dan sudah dicek kebenarannya. “Awalnya saya juga kira begitu (palsu – red), tapi teman saya di Bandung akhirnya konfirmasi bahwa mereka saksi dan melihat sendiri”, tulisnya di akun @felixsiauw.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menyesalkan peredaran coklat yang dijual secara bersama-sama dengan kondom di sejumlah minimarket. Ketua MUI, Amidhan, mengatakan, jika temuan itu benar maka minimarket itu perlu diboikot. ”Jadi kita belanjanya di pasar tradisional saja,” katanya, di Jakarta, Ahad (12/2) malam, sebagaimana dikutip dari republika.

Bagi MUI dan kalangan extrimis kanan tentunya hal ini adalah sebuah kecolongan besar yang kemudian bisa dijadikan peluang untuk mengajukan tuntutan dan rekomendasi kepada pemerintah. Dengan kata lain pada momen seperti inilah saatnya bagi mereka mencari simpati masyarakat dengan menyajikan hasil temuan-temuan mereka melalui media. Ajakan MUI untuk memboikot supermarket dan minimarket dengan seruan "..kita belanja di pasar tradisional saja.." tampaknya sudah pernah menjadi tren masyarakat pada awal menjamurnya industri retail di negara kita sampai kita pun akrab dengan istilah "quo vadis pasar tradisional". Dengan begitu tentunya kita berhak bertanya "siapa yang sebenarnya bermain dalam upaya pembentukan opini publik ini?; kenapa hal semacam ini terus saja terjadi setiap tahun?; kenapa tidak ada upaya khusus dari otoritas (pemerintah) untuk menghentikannya?".

Dari kacamata bisnis kita bisa mengatakan setiap tanggal bisa dibuat istimewa untuk kemudian dijadikan ajang promo. Tapi terlepas dari siapapun yang sebenarnya menangguk keuntungan dari fenomena semacam ini, konsumen lah yang pada akhirnya dituntut (dan biasanya dihimbau) untuk lebih cerdas. Sekali lagi layaknya label di seat pesawat yang kita naiki yang selalu ditempeli stiker "mohon dijaga barang bawaan anda kami tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan" yang berarti konsumen adalah pihak yang harus bertanggung jawab meski masih di bawah umur.

Monday, February 13, 2012

(extra) Ordinary Sunday

Hari Minggu yang ordinary bagi kami, bangun siang, bermalas-malasan dulu, nonton tv ditemani segelas kopi dan teh panas meski sudah jam 9 lewat, sesudah itu baru siapkan makan kucing-kucing yang mulai tak mampu menahan lapar dan mengeong penuh harap sambil berjalan mengitari dapur. Nothing's special, yet. Terlebih lagi hawa, hari itu terasa segerah hari sebelumnya sampai membuat kami sadar kalau cucian yang 'tersimpan' masih berpotensi menyibukkan kami.

Rutinitas pun dimulai beberapa menit sebelum jam 10. Sesudah kucing-kucing mulai menyantap makan mereka, kami langsung mengurus cucian sampai mereka menemui terik matahari di jemuran. Entah sarapan atau makan siang yang kami lakukan, tapi nasi lemak dan lontong sayur di jam 11 belum benar-benar mengalahkan rasa lapar kami. Istriku membuka lagi halaman iklan koran sabtu kemarin tepat pada bagian iklan rumah. Pandangannya tertuju pada satu gambar rumah kecil di area Batam Centre dengan lokasi yang tidak terlalu menarik perhatian orang. Berbeda dengan nama komplek seperti Costa Rica, Puri Legenda, KDA ataupun Anggrek Sari, tak banyak orang tau dimana City Garden berada. Mungkin kami perlu mencari istilah untuk karakter yang "tertarik pada hal yang tidak disukai banyak orang". Tapi saya merasa justru itulah yang dulu mempertemukan kami dan membuat kami masih "kompak".

Kami langsung mencatat spesifikasi rumah dan kontaknya, setelah obrolan kurang dari 1 menit di telepon, kami langsung bersiap-siap dan dengan segera tersusunlah agenda Minggu 12 Februari 2012. Dimulai dari menemui si penjual rumah yang kemudian kami ketahui bernama Aliman, diikuti dengan nonton film Haywire yang dibintangi Michael Douglas, Antonio Banderas dll atau Underworld Awakening-nya Kate Beckinsale (padahal saya masih ingat dulu pernah membaca release yang mengatakan kalau Underworld bakal berakhir di Evolution waktu si Selene jadi manusia) dan Agenda hari Minggu pun tetap terlihat ordinary.

Kami berangkat sekitar pukul 14.50 karena kencan dengan si Aliman jam 3. Sampai rumah yang dituju saya telepon tapi dia masih di jalan. Karena lokasi itu cukup panas, kami pun pergi makan di sekitar City Garden. Aliman balik menelepon pada saat kami hendak membayar, kami pun langsung menuju rumah itu lagi. Aliman (yang ternyata chinese) menemui kami tapi sayang dia salah membawa kunci rumah. Alhasil untuk sekedar melihat, kami masuk rumah tetangga dengan spesifikasi sama. Di sana saya ketemu Pak Rapi (atau mungkin Rafee mengingat dia orang India).

Cukup puas melihat dan bertanya beberapa hal, kami langsung menuju agenda kedua, nonton. Kaget dan kagol (jawa: kecewa) adalah kosakata yang tepat untuk menggambarkan keadaan ketika kami menemui kedua film tersebut telah diputar hampir setengah jam lalu. Kami pun tak punya pilihan selain meninggalkan bioskop tersebut. Istri saya lalu menawarkan agenda alternatif (yang tidak saya sukai) yakni: Karaoke. “Hahh?!“ kataku. Saya lebih memilih menuju BCS Mall untuk tetap pada agenda nonton.

Kaget, Kagol dan Bingung ketika kami menemui hal serupa di bioskop BCS Mall. Jam tayang berikutnya sekitar 1 jam lagi (18.50). Kami memilih duduk di sebuah coffee shop. Sambil menunggu jam tayang berikutnya kami membicarakan beberapa hal, termasuk bag cover yang belum juga ketemu, teman kuliah kami yang baru saja membeli Ford Focus dan tentu saja rumah yang baru saja kami datangi. Bahasan inilah yang kemudian membuat kami merasa dikelilingi malaikat yang mencoba merubah pandangan kami terhadap agenda hari itu layaknya The Adjustment Bureau. Kami mulai membicarakan regulasi dan mekanisme legal untuk proses AJB, Sertifikat, BPHTB dan jasa notaris. Beruntung kami memiliki memori yang cukup untuk mengingat Pak dan Bu RT tempat saya kost yang kebetulan si Bu RT adalah seorang notaris dan keduanya satu almamater dengan kami. Nonton tentu akan tetap menjadi agenda berikutnya jika durasi film hanya 30 menit (pasti lebih lah). “Kita ntar keluar studio udah jam 9 mas, kalo mo ke tempat Bu RT kost mo pulang jam berapa?”.“Ini Minggu, besok kerja, kucing belum makan”. Entah karena bisikan para angel atau bahkan si chaiman atau memang kehendak kami sendiri, kami pun langsung merombak agenda dan langsung menghubungi kawan kost (Yohanes Harianto a.k.a. Mbah Sendok) dan mengatakan kami akan segera ke sana.

Sendok sedang nonton film hasil download ketika kami datang, bersantai sendiri di kamar, sesekali tertawa melihat aksi Puss, Humty dan Kitty dalam Puss In Boots. “..ngakak poll iki mbah.. hahhaaa”. Begitu kami mendapat info seputar Pak dan Bu RT serta rumah mereka, kami langsung mendatanginya.
“.. atau gini bu, bilang aja kami adik kelasnya waktu kuliah..” Setidaknya kalimat itu cukup jelas diterima si ibu yang menemui kami di depan pagar. Pak RT kemudian keluar dan mempersilakan kami masuk. Bapak itu ramah (setidaknya cukup ramah untuk ukuran orang Solo yang tinggal di Batam selama sekitar 20 tahun). Sayang Bu RT yang kami cari tidak di rumah, tapi at least kami mendapat kontak kantornya dan bagi saya salah tingkah karena jeans rombeng yang saya kenakan dapat diatasi dengan ditutup sweater.

Sekembalinya di kost kami duduk di depan warung Bang Zikri (pak kost) dan ngobrol seperti biasa. Meisya a.k.a. si Otek anaknya sudah cukup menurun demamnya dan terlihat mulai pethingklasan (jawa: banyak bergerak) lagi. Lambat laun obrolan kami mengarah pada alternatif renovasi rumah. Saya langsung teringat pada Keni Wijayanto (salah satu kawan kost yang sekarang bekerja pada pemborong). Bang Zikri langsung memberikan kontak terakhirnya. “.. yak opo mas.. nembe nang kost ta?”, “..kon digoleki pak kost lek, ndang reneo..” “.. awakku gak enek motor, jemput sek ae, Andi mbek Toni sing eruh kost ku seiki..” Andi pun segera menjemput Keni setelah tiba di kost.

Begitu Keni nimbrung di depan warung, aksen Jawa Timur kembali menggaung dan mengundang penghuni kos yang mengenal Keni ikut nimbrung. “.. aku sesuk arepe mulih e.. sakjane arepe gae surprise nang facebook.. lahh kok ujug-ujug ditelpon dikon nang kost..” kontan kabar itu direspon dengan caci maki “..biyangane; nggatheli; nggapleki; biyajinguk; bosok tenan; telek..” seperti biasa. Keni memang pernah mengatakan rencana menikah di Bulan Maret, tapi kami tidak menyangka kabar yang baru saja kami dengar. Dan untungnya Andi segera menjemputnya sehingga dia pun bisa mengatakan langsung di depan kami. Lagi-lagi saya berpikir ini bukanlah hasil campur tangan angel Thompson atau rekannya bahkan bukan juga suratan si chairman.

Layaknya ucapan Thompson bahwa kedua perang dunia yang menjadi catatan buruk dalam sejarah umat manusia adalah sepenuhnya hasil ulah manusia ketika kita dibiarkan menentukan langkah tanpa campur tangan para angel, kejadian sepanjang hari ini yang semula kami rencanakan menjadi ordinary bisa tiba-tiba berubah sedemikian rupa karena kami sendiri yang memutuskannya. Seperti kata-kata Summer Finn kepada Tom Hanson dalam 500 Days of Summer tentang bagaimana dia bertemu suaminya: "what if I read another novel?; what if I came to the restaurant 10 minutes later?; what if I had gone to the movie?. "Things would never be the same" that's the point. Tapi perubahan dan eksekusi yang kami lakukan sendiri terhadap agenda hari ini telah mendatangkan hal yang tidak akan kami sesali. So.. for those chirman's angels: stay away!!

Wednesday, February 8, 2012

Surat Terbuka Dosen IPB Untuk SBY

Bogor, 13.01.2012
Kepada YTH
Dr. Susilo Bambang Yudhoyono – Presiden RI,
di Jakarta

SEMOGA surat elektronik ini menjumpai Anda dalam keadaan sehat, dan tidak sedang dirundung resah dengan keadaan negeri ini, seperti saya sedang resah oleh karenanya.

Yth Presiden RI, pekan-pekan ini negeri ini menyaksikan gejolak gerakan anarkhis yang tak terhitung jumlahnya di desa-desa dan aras bawah lapisan sosial negeri ini. Sekiranya Anda dulu saat belajar di IPB sempat mempelajari ilmu-ilmu sosiologi pedesaan, maka Anda akan segera paham bahwa akar persoalan itu sesungguhnya bukan kekerasan biasa. Gejolak ini berakar kuat pada krisis pedesaan di pelosok-pelosok negeri yang bertali-temali dengan krisis penguasaan sumber-sumber penghidupan (tanah, air, hutan, dsb). Sayangnya, waktu terlalu cepat dan anda tidak sempat berkenalan dengan sosiologi pedesaan.

Dengan ini, hendak dikatakan bahwa krisis yang terjadi bukanlah krisis ekonomi biasa, tetapi krisis itu berkaitan erat dengan suasana kebatinan sosiologis rakyat Indonesia di pedesaan yang penghidupannya merasa terancam.

Krisis pedesaan itu sebenarnya bertali-temali dengan krisis kependudukan dan krisis ekologi yang menambah warna krisis pedesaan semakin kelam. Dalam suasana krisis yang kelam tersebut, rakyat menghadapi jalan buntu kemana mereka hendak memastikan jaminan hak-hak hidup mereka. Jalan buntu yang lebih membuat frustrasi adalah tak ada jalan kemana mereka mengadu, karena negara [dengan seluruh perangkatnya] menjadi terlalu asing bagi mereka. Negara menjadi asing karena negara lebih suka mendengar bukan suara orang-orang desa, melainkan suara lain dari pihak yang selama ini berseberangan dengan orang-orang desa (suara pemodal yang berselingkuh dengan para rent-seeker negeri ini).

Yth Presiden RI, bila rakyat menjadikan anarkhisme dan radikalisme sebagai habitus/cara-hidup (terlebih dibumbui dengan kekerasan dan perilaku kriminal) seperti yang mereka tunjukkan hari-hari ini pada laporan media TV-TV nasional, itu tentu bukanlah sifat orang-orang negeri ini yang sebenar-benarnya yang dikenal santun dan penuh harmoni. Kekerasan dan anarkhi juga bukan cita-cita moral para founding fathers kita tatkala mereka menyusun Pembukaan UUD 1945 yang masih kita junjung tinggi bersama.

Namun, kekerasan demi kekerasan yang mereka tunjukkan adalah sekedar reaksi atas kekerasan demi kekerasan yang menghampiri mereka setiap hari, yang telah dilakukan oleh pihak lain yang seharusnya justru melindungi mereka.

Kekerasan oleh rakyat menjadi absah, karena negara mendahului melakukan kekerasan dan anarkhisme melalui keputusan-keputusan yang menekan orang-orang desa. Eksklusi yang menyebabkan eliminasi sumber-sumber penghidupan orang desa (betapapun lemahnya legitimasi mereka berada di suatu kawasan) tak pernah dicarikan solusi hukum yang memadai. Bahkan keputusan hukum semakin meminggirkan mereka. Sesungguhnya mereka (orang-orang desa itu) hanya ingin bisa hidup cukup, tak berlebihan.

Yth Presiden RI, kita boleh berbeda pendapat, tetapi saya memandang bahwa negara telah lebih dahulu melakukan kekerasan bergelombang dari waktu ke waktu yang sistemik dan sistematis melalui Undang-Undang sektoral yang banyak melukai hati anak-anak negeri ini [sebut saja UU investasi, UU Perkebunan, UU Minerba, UU sumberdaya air dsb] dan keputusaan-keputusan regulatif turunannya yang muaranya adalah pemberian legitimasi dan hak-hak khusus kepada sektor swasta (kapitalis) yang sudah lama dikenal sebagai pihak yang sering berseberangan dengan orang desa (petani, nelayan, dan pelaku ekonomi kecil).

Saya menyebut kekerasan negara yang dilegitimasi oleh UU (undang-undang) dan regulasi turunan (yang sering dihasilkan secara konspiratif-terselubung oleh para pihak kepentingan ekonomki-kapital) sebagai pemicu penting kekerasan oleh rakyat yang saat ini berlangsung di negeri ini.

Yth Presiden RI, mohon Anda memahami pandangan saya bahwa sektor swasta-kapitalis (terutama skala raksasa dan trans-national corporation) sebagai “anak-emas” negeri ini telah juga lebih dahulu melakukan kekerasan dengan mengakumulasi material berlebihan dari tanah air akibat pengagungan etika-etika moral yang sebenarnya kurang cocok bagi negeri penuh harmoni ini.

Moral ekonomi berintikan etika yang dibangun sektor kapitalis adalah maksimisasi profit, akumulasi modal, ekspansi usaha (tak peduli meminggirkan ekonomi rakyat kecil yang telah ada lebih dahulu ada ataupun menghancurkan lingkungan hidup) tanpa pandang bulu, pengagungan terhadap individualisme dan greediness. Keangkuhan serta ketamakan para kapitalis dalam menguasai sumberdaya alam dan merusakkan materi-materi yang ada di negeri ini (kehancuran hutan dan masyarakat di dalamnya oleh ekspansi modal adalah salah satu contohnya) adalah kekerasan yang nyata dan tidak terbantahkan.

Yth Presiden RI, dengan demikian saya menyebut situasi krisis di Indonesia tercinta yang terjadi hari-hari ini adalah KEKERASAN NEGARA, KEKERASAN KAPITALIS, dan KEKERASAN RAKYAT yang bersatu padu mewarnai peradaban negeri yang katanya dipenuhi oleh rasa kasih-sayang ini.

Hulu dari segala kekerasan itu sebenarnya sangat sederhana, karena kekerasan-kekerasan itu adalah cara untuk mendapatkan sejumput kesempatan bertahan hidup di negeri ini, secara wajar. Namun kewajaran itu tak pernah tercapai, maka KEBERTAHANAN HIDUP HARUS DIREBUT DENGAN CARA KEKERASAN nan SADISTIS yang dilakukan baik oleh NEGARA, SWASTA maupun kini oleh RAKYAT. Sebuah situasi yang sangat mengenaskan bila hal ini terjadi di negeri ini.

Yth Presiden RI, marilah kita merenung, tidakkah situasi ini representasi sebuah PELURUHAN PERADABAN yang mengkhawatirkan bagi bumi-nusantara yang dikenal sangat beretika santun, penuh keadilan, dan tata-krama? Ataukah, Anda melihat hal-hal ini sebagai kewajaran sehingga Anda sekedar mengutus tim ini dan tim itu sekedar untuk “mengobati luka permukaan”?

Yth Presiden RI, daku sangat berharap Anda melakukan langkah konkrit mendasar dengan mengubah keadaan ini dari akar-akar persoalannya, bukan dari gejala yang tampak di permukaan saja. Daku sangat berharap Anda menunjukkan keberpihakan kepada orang- orang desa dan rakyat kecil yang jumlahnya jauh lebih banyak dari segelintir pemodal di negeri ini.

Yth Presiden RI, sebagai anak-bangsa, daku mengajak Anda berpikir dan bertindak lebih nyata dan lebih dalam lagi untuk menyikapi persoalan krisis bangsa ini. Sengaja kutulis surat elektronik ini dalam kalimat yang egaliter, bukan berarti daku tak menghormati Anda. Daku menghormati Anda sebagai presiden RI, karenanya kutulis surat ini kepada Anda, bukan kepada yang lain, karena kutahu hanya Presiden RI yang bisa menangani ini semua.

Surat elektronik ini kubuat dalam suasana kebatinan sebagai sesama anak bangsa yang memikirkan dan merasakan keresahan secara bersama-sama, dan prihatin kemana sebenarnya negeri ini akan dibawa.

Marilah kita berpikir lebih adil dan seimbang, mari kita ciptakan kedamaian dan suasana kebatinan yang menyejukkan seluruh komponen anak bangsa. Semoga Anda diberkahi kekuatan untuk bertindak lebih jauh bagi negeri ini oleh Allah SWT. Amien.

Salam negeri tercinta

Arya Hadi Dharmawan
Dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB
Warga Negara RI – tinggal di Bogor Jawa Barat

Tembusan: kepada rakyat Indonesia melalui jaringan beberapa milis.

Sumber :