Pages

Saturday, June 15, 2013

Cepat Kaya vs Cepat Pailit

"Ingin cepat kaya, jangan takut utang", slogan yang beken di berbagai 'seminar cepat kaya' yang umumnya dihadiri calon dan bakal calon pengusaha, yang kemudian ditantang oleh sang pembicara untuk segera resign dari tempat kerjanya. Purdi E Chandra, pendiri lembaga pendidikan dengan slogan 'terdepan dalam prestasi' adalah figur dibalik slogan pertama tersebut. Bagi publik yang pernah melihatnya mengisi seminar tentu memorinya akan langsung tertuju pada cara-cara si figur dalam 'merangsang' serta 'menantang' para peserta untuk membuka usaha sendiri, yakni dengan cara berhutang.

Dunia bisnis yang super dinamis memang kemudian membawa kejayaan pada bisnis si figur tersebut, terbukti dengan ekspansi usahanya hingga membidani lahirnya Ahmad Dhani School of Rock (yang berevolusi menjadi Ahmad Dhani Education Centre, Demian Magic Academy hingga penyedia layanan 'prediksi bakat' melalui sidik jari yang lazim disebut DMI. Figur si do'i pun semakin populer dan laris manis sebagai pembicara 'seminar cepat kaya', hal itu dibarengi dengan semakin mengedepannya slogan 'ingin cepat kaya, jangan takut utang' serta prinsip 'BODOL, BOBOL & BOTOL'. Seperti halnya buku tulisan rombongan si do'i yang berjudul 'the power of ngutang' dan 'the power of kepepet'.

Tapi sekali lagi, dunia bisnis memang super dinamis, berputar jauh lebih cepat dibanding putaran roda kehidupan. Overlapping dan overtaking putaran tersebut pun dibuktikan dengan putusan hakim Pengadilan Niaga Jakarta yang menyatakan si do'i pailit lantaran masa tenggang PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yang lebih dulu diajukan telah overdue. Kiranya bunyi amar putusan pun bisa kita terawang, do'i dinyatakan pailit dengan seluruh akibat hukumnya, kurator ditunjuk beserta hakim pengawas, lalu kurator pun mulai bekerja untuk mendata aset do'i untuk menutup hutangnya. Angka yang muncul di berbagai media cukup fantastis mengingat yang dipailitkan disini adalah individu si do'i, 24 koma sekian miliar untuk kreditur bank, dan beberapa miliar untuk dua kreditur lainnya.

Yahh begitulah kiranya kecepatan berputar dunia bisnis. Dan kiranya kita bisa sedikit bijak dengan mengambil hikmah bahwa 'cara gila' dalam memulai usaha kiranya harus dibarengi dengan logika, jangan sampai cara cepat kaya dengan tidak takut utang malah ber-evolusi menjadi cara cepat pailit ^_^ . Karena seperti yang kita tahu bahwa AVG antivirus itu juga dimulai oleh orang gila yang iseng, dengan cara gila.

Thursday, June 13, 2013

Fiat Justitia Viam Inveniam

Sedikit cerita ketika masih duduk di bangku SMP, kemudian melihat dan keheranan dengan dandanan rambut berdiri dengan gelang yang bisa mencederai hidung sendiri ketika hendak ngupil, pake sepatu satpam tapi nenteng rantai (bukan pentungan) dan mengenakan jeans yang lebih cocok untuk program 'penyusutan paha' dst, dkk, dll ^_^. Seketika itu juga muncul rasa ingin tau saya soal apa yang mereka namakan mohawk, skinhead, punk, spike, boot, sex pistols, the exploited, the ramones, the clash dan segala hal yang menurut para pengikutnya sebagai pride (ato mungkin truth).

Bertahun berlalu, saya kembali dihadapkan pada rasa ingin tau soal:
- fiat justitia ruat caelum
quid si redeo ad illos qui aiunt
- quild si nuc caelum ruat
nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege
atione personae non-retroaktif
- karpe diem

Yahh rasanya terlalu panjang kalo kita ngomong sejarah masing-masing adagium, saya pun dibanding mengikuti salah satu namun ternyata kesasar karena sesungguhnya fiat justitia ruat caelum yang begitu heroik (karena bermakna: 'keadilan harus ditegakkan meski langit runtuh') adalah adagium yang timbul ketika seorang hakim keliru dan menjatuhi hukuman mati pada 3 orang yang tidak bersalah, maka mungkin saya lebih memilih fiat justitia viam inveniam yang kurang lebih berarti 'biarkan keadilan menemukan jalannya'.


Monday, March 25, 2013

Monday, February 25, 2013

Ribuan Penduduk Tinggal di 'Kandang'

Kesenjangan memang bisa terjadi di belahan bumi manapun, di bawah kendali kepemimpinan siapa saja, di wilayah manapun, bahkan di bawah paham apapun. Sedikit menyegarkan ingatan saya pribadi, pada rentang tahun 80’an hingga medio 90’an, di negara tetangga kita Philipina yang notabene sistem pemerintahannya copy-paste Amrik punya, terdapat istilah 80 – 20 yang cukup beken kala itu. Angka tersebut muncul disebabkan oleh kesenjangan yang fantastis dan turun-temurun terutama dalam hal kepemilikan lahan/ tanah dimana 80% penduduknya hanya menguasai 20% lahan sedangkan 20% penduduk lainnya menguasai 80% lahan. Huwebatt kan?!! Bahkan mungkin kondisi tersebut belum banyak berubah saat ini.

Beda cerita dengan negara kita yang menganut sistem pemerintahan yang berbeda dengan Philipina, beberapa orang mampu mengkoleksi puluhan tas jinjing dengan banderol 80’an juta per item, sementara pada waktu yang bersamaan puluhan orang di pinggiran pasar kota besar mengkoleksi beras yang berjatuhan dari truk yang membongkar muatannya untuk kemudian dimakan atau dijual. Luar biasa bukan?!

Sebab musabab serta asal muasal sehingga menjadi seperti itu kiranya bisa dilihat dari berbagai sudut pandang dan teori, entah itu komparasi sistem pemerintahan, pembangunan, pemerataan penduduk, bahkan pola pikir masing-masing negara. Setidaknya uraian singkat tersebut cukup mewakili pernyataan pembuka bahwa kesenjangan memang bisa terjadi di manapun.

Belakangan ketika membaca berita melalui portal online, saya menemukan ulasan tentang kesenjangan yang juga mengundang ‘decak kagum’ sambil mengelus dada. Hongkong yang resmi ‘dimerdekakan’ pada tahun 1997 ternyata memiliki problem yang sama. Berdasarkan data instansi terkait di negara tersebut, sekitar 210 ribu penduduknya tinggal dalam ‘apartemen’ berukuran 1,4 meter persegi yang berbatas pagar besi karena mereka berada dalam daftar tunggu penyewa rumah susun subsidi.





 Disebutkan juga dalam ulasannya, biaya sewa tempat tinggal yang lebih menyerupai kandang tersebut adalah HKD 1.300 atau sekitar 1,6 juta rupiah per bulan. Gila nggak si??!