Euforia, berusaha me’recall’
memori masa kecil untuk sekedar bernostalgia atau mungkin karena merasa
(semakin) kekurangan stok senandung/ lagu yang pantas untuk meninabobokan anak.
Yaa, sudah sewajarnya ketika saya sebagai individu merasa sangat bahagia dan bersyukur ketika
anak pertama lahir pada 18 November 2012 lalu. Otomatis hal tersebut mewajibkan
pasangan muda (saya dan istri) untuk melatih dan membiasakan diri dengan
keluwesan lahir-batin dalam berinteraksi dengan si kecil.
Nhaa cerita yang hendak saya bagi
kali ini adalah seputar senandung yang terus terang saja, kami minim stok L. Tapi kami tak
berhenti di situ, kami memulai dengan me’recall’ senandung/ nyanyian yang
pernah kami dengar dari orang tua kami sendiri dan orang-orang tua yang lain
untuk meninabobokan anak. Dan benar saja, mulai dari nyanyian berbahasa
Indonesia hingga bahasa daerah mulai kami pakai, salah satunya adalah senandung
yang sangat beken berikut, so pasti berbahasa Jawa:
Tak lelo lelo ledung
Cup menenga aja pijer nangis
Anakku sing bagus (ayu) rupane
Yen nangis ndak ilang baguse (ayune)
Tak gadang bisa urip mulya
Dadiya priya (wanita) kang utama
Ngluhurke asmane wong tuwa
Dadiya pandekaring bangsa
Wis cup menenga anakku
Kae mbulane ndadari
Kaya buta nggegilani
Lagi nggoleki cah nangis
Tak lelo lelo lelo ledung
Enggal menenga ya cah bagus (ayu)
Tak emban slendang batik kawung
Yen nangis mundak ibu bingung
Seperti umumnya nyanyian anonim jawa lainnya, sampai saat
ini saya belum menemukan hasil dalam penelusuran seputar siapa pencipta dan
siapa yang mempopulerkan nyanyian tersebut.