Pages

Tuesday, November 1, 2011

Demi Tercapainya KHL

Aksi demonstrasi buruh menolak penetapan upah minimum 2011 terjadi hampir di seluruh daerah, termasuk juga di Jakarta. Maklum, kehidupan para buruh memang tergantung pada kebijakan pemerintah daerah dalam penetapan upah minimum itu.

Di Jakarta, Gubernur Fauzi Bowo lewat Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2010 telah menetapkan upah minimum sebesar Rp1,29 juta. Lebih seratus ribu rupiah dari upah minimum sebelumnya, Rp1,18 juta.

Bagi buruh, kenaikan upah sekitar 15 persen itu tak berarti apa-apa. Ditambah lagi dengan fakta bahwa Fauzi Bowo ternyata tak menetapkan upah berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dibuat Dewan Pengupahan Jakarta sebesar Rp1.401.829.

Sekadar mengingatkan, seyogianya Gubernur mendapat rekomendasi dari Dewan Pengupahan sebelum menetapkan upah minimum. Rekomendasi yang disampaikan Dewan Pengupahan dihasilkan dari survei besaran KHL di pasaran. Apa saja yang termasuk dalam komponen KHL diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 17 Tahun 2005.

Dalam Peraturan Menteri itu, setidaknya ada 46 komponen KHL yang harus terpenuhi bagi pekerja lajang yang baru bekerja. Mulai dari beras, daging, ikan, telur ayam, pakaian, sendal jepit, sewa kamar, hingga pembalut atau alat cukur.

“Upah minimum hanya untuk bertahan hidup. Bukan mengembangkan hidup,” celetuk Darius dari Forum Buruh Jakarta dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (1/12).

Aktivis Forum Buruh Jakarta lainnya, Ilhamsyah menyesalkan sikap Gubernur yak tak menetapkan upah minimum sesuai KHL. Padahal, lanjutnya KHL adalah standar minimal kehidupan buruh. Ia menghitung, untuk sewa kamar di Jakarta sebulan saja, seorang buruh harus merogoh kocek setidaknya Rp400 ribu. Belum lagi kebutuhan transportasi dan makan sehari-hari. “Jelas upah minimum sebesar Rp1,2 juta tidak akan cukup.”

Karena itu, Forum Buruh Jakarta menuntut Gubernur untuk menetapkan upah minimum sesuai KHL, yaitu Rp1,4 juta. “Upah minimum sesuai KHL adalah harga mati!” teriak Halili, aktivis Forum Buruh Jakarta lainnya.

Jika permintaan penyesuaian upah tidak dipenuhi, Forum mengaku akan menggelar mogok kerja besar-besaran dengan menutup Kawasan Berikat Nusantara Cakung-Cilincing selama dua hari. “Pada tanggal 2-3 Desember kami siap mogok kerja besar-besaran. Kami juga akan menutup pelabuhan Tanjung Priok, bahkan tak tertutup kemungkinan juga kami akan menutup bandara Sukarno-Hatta.”

Ade Mulyadi, aktivis Forum lainnya bahkan membandingkan upah minimum Jakarta dengan daerah penyangganya seperti Tangerang. “Di Tangerang saja upah minimumnya Rp1,31 juta. Kenapa Jakarta yang merupakan pusat perputaran ekonomi bangsa ini menetapkan upah yang lebih sedikit.”

Revisi Peraturan Menteri

Ilhamsyah mengakui aksi menuntut upah layak ibarat tradisi tahunan para buruh. Hal ini karena upah yang ditetapkan pemerintah tiap tahun hampir selalu tak sesuai KHL. “Ujungnya selalu tercipta ketidakpuasan ketika upah minimum ditetapkan.”

Namun demikian, Ilhamsyah berpendapat akar masalah dari berulangnya ketidakpuasan buruh terhadap upah minimum berasal dari Peraturan Menteri tentang KHL dan politik pengupahan murah yang dianut pemerintah.

Untuk Peraturan Menteri misalnya, Ilhamsyah mengkritik KHL yang diatur dalam Peraturan itu tak bisa mengakomodir kebutuhan riil seorang buruh. “Peraturan Menteri itu belum mencakup kebutuhan layak sehari-hari seperti pendidikan, komunikasi dan lain-lain. Ke depan Peraturan Menteri ini harus direvisi dengan memasukkan komponen yang layak.”

Soal politik pengupahan, Ilhamsyah menyebutkan otonomi daerah tak selamanya berdampak positif terhadap gerakan buruh. Sebab, antara satu daerah dengan daerah lain menetapkan upah minimum berbeda. “Pemerintah daerah selalu berlindung di balik dalih perbedaan biaya hidup. Padahal, masing-masing pemerintah daerah berlomba-lomba menurunkan upah minimum agar investasi bisa masuk besar-besaran.”

Ke depan Ilhamsyah berharap pemerintah dapat menetapkan upah layak secara seragam yang berlaku di seluruh daerah. “Kalau pemerintah bisa menetapkan gaji yang seragam untuk PNS, TNI dan Polri, kenapa untuk buruh tidak bisa?” tutupnya.


sumber: hukumonline.com

Regulasi Standar Minimal Ketenagakerjaan

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah menerbitkan ketentuan mengenai Standar Minimal Pelayanan (SPM) Bidang Ketenagakerjaan. SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar bidang ketenagakerjaan yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.15/Men/X/2010 menyebutkan SPM meliput jenis pelayanan dasar, indikator SPM, nilai SPM, batas waktu pencapaian, serta satuan kerja/penanggung jawab. SPM menjadi salah satu acuan bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk menyusun perencanaan dan penanggaran penyelenggaraan pemerintahan. Yang menjadi penanggung jawab terhadap SPM adalah kepala daerah, tetapi operasional dikoordinasikan oleh dinas/instansi ketenagakerjaan. Gubernur bertugas menyusun dan menyampaikan laporan tahunan kinerja SPM kepada Menakertrans. Demikian pula halnya Bupati/Walikota, menyampaikan laporan lewat perantaranaan Gubernur.

Daerah yang tak melaksanakan SPM terancam sanksi. Namun bentuk sanksinya tak dijelaskan secara detail. Pasal 6 ayat (4) Peraturan Menteri hanya menyebut sesuai peraturan perundang-undangan.


sumber: hukumonline.com

PSHK Luncurkan Klip Undang-Undang

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) kembali meluncurkan episode terbaru LAWmotion berjudul “Tentang Undang-undang”. Episode #7, sesuai judulnya, mengangkat tema proses pembentukan peraturan perundang-undangan (legislasi). Berbeda dengan episode-episode sebelumnya, LAWmotion kali ini menggunakan format video klip musik.

Sebagaimana diketahui, LAWmotion adalah upaya kreatif menyebarkan gagasan hukum dalam bentuk animasi agar menjadi lebih mudah dipahami oleh kalangan yang lebih luas. PSHK mengaku terinspirasi oleh berbagai presentasi Graphic Recorder yang telah ada sebelumnya. LAWmotiondibuat PHSK dengan tujuan agar hukum menjadi dekat dengan masyarakat sehingga makin banyak orang bisa terlibat secara kritis dalam pembuatan maupun pelaksanaannya.

“Untuk LAWmotion episode ini, kami membuatnya dalam format video musik. Untuk musik dan liriknya, kami bekerja sama dengan grup musik Max D’Rabbit yang berhasil menuangkan proses legislasi yang dianggap rumit melalui lagu yang mudah untuk didendangkan bersama-sama. Kami berharap video musik ini bisa juga menjadi alat bantu dalam proses pendidikan hukum, termasuk untuk anak-anak,” papar Produser LAWmotion, Amalia Puri Handayani, dalam siaran pers.

Ditambahkan Amalia, lagu “Tentang Undang-Undang” ini menjelaskan gambaran umum tentang terbentuknya suatu peraturan. Melalui lagu ini, lanjutnya, PSHK ingin mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi.

“Kami berharap upaya sederhana ini bisa disambut dengan baik oleh berbagai kalangan dan berhasil mewujudkan banyak kolaborasi serta inovasi baru untuk perubahan,” pungkas Amalia.

Untuk menyaksikan LAWmotion #7 video musik lagu “Tentang Undang-Undang”, silakan buka linkhttp://bit.ly/rAe9Dw.


sumber: hukumonline.com